Oleh Nurul Yaqin, Guru Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu SMPIT Annur, Cikarang Timur, multidimensional yang dihadapi dunia ini semakin pelik manakala arus globalisasi kontemporer telah menjalar ke berbagai lini kehidupan. Dunia mengalami fenomena globalisasi yang cepat penetrasinya dan luas Giddens 1990 menyebutnya sebagai globalisasi dini, yaitu intensifikasi relasi-relasi sosial dunia yang menghubungkan lokalitas yang berjauhan sedemikian rupa, sehingga peristiwa-peristiwa lokal dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh di seberang dan begitu pun di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi membawa distansiasi ruang waktu sekaligus pemadatan ruang waktu yang merobohkan batas-batas ruang dan waktu konvesional. Fenomena ini telah merestrukturisasi pola dan cara pandang kehidupan manusia yang memunculkan efek mendua. Efek inilah yang dikenal dengan istilah global paradox positif dan negatif, peluang dan menyebabkan negara-negara yang ada di dunia berevolusi menjadi desa global, dan warga dunia menjelma menjadi warga global. Indikasinya, bayi yang lahir pada abad XXI berubah menjadi “manusia-manusia digital”, yaitu manusia masa kini yang sangat akrab dengan dunia teknologi, informasi, dan konteks pendidikan, kemajuan iptek membutuhkan perhatian serius karena dunia pendidikan adalah sarana paling efektif dalam penyebaran iptek. Sistem pembelajaran konvesional perlahan mulai tertinggal jauh di ini proses pembelajaran tidak hanya berkutat di dalam kelas, tetapi juga menggunakan media digital, online, dan telekonferensi. Namun, pendidikan juga harus waspada agar mampu membendung efek negatif dari perkembangan hal tersebut, guru sebagai aktor utama pendidikan tidak boleh tutup mata. Guru hari ini harus lebih pintar dan cerdas dibandingkan murid-murdinya dalam menyikapi perkembangan teknologi yang semakin sampai seorang guru memiliki penyakit TBC tidak bisa computer, mengingat anak didik lebih akrab dengan dunia teknologi dan komunikasi. Keterbelakangan guru dalam dunia iptek akan menjadi bumerang yang akan memengaruhi profesionalitas milenialYang jadi permasalahan kolektif dunia pendidikan kita saat ini adalah guru abad XX yang lahir tahun di bawah 2000 masih gagap teknologi. Sedangkan murid yang dihadapi adalah manusia abad XXI yang tentu beda dalam asupan gizi keilmuan banyak anak didik kita saat ini lebih cerdas dalam dunia teknologi daripada gurunya. Kesenjangan semacam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja agar tidak berakibat fatal dalam proses sejak zaman Orde Baru sampai sekarang bukan lagi seperti yang dilukiskan oleh Earl V Pullias dan James D Young dalam bukunya A Teacher is Many Things, yaitu sebagai sosok makhluk serbabisa sekaligus memiliki kewibawaan yang tinggi di hadapan murid-muridnya ataupun sosok guru yang sekarang ini lebih tepat sebagai sosok mimikri, yang harus pandai-pandai menyesuaikan diri di mana dan dalam situasi apa mereka berada. Hal itu sebagai akibat dari situasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang ada sangat media komunikasi yang tidak hanya berbasis pesan audio menjadi candu bagi anak-anak muda sekarang. Terlebih lagi sebuah aplikasi komunikasi yang dilengkapi dengan media audio sedikit dari anak didik bangsa ini memperlihatkan gambar amoral, yang menurut mereka merupakan sesuatu yang trendi. Ironisnya, guru tidak mengetahui apa yang dilakukan anak didiknya karena tidak memiliki aplikasi adalah sebuah problema yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Lewat salah satu aplikasi yang paling digandrungi, anak remaja hari ini berlomba-lomba mempertontonkan foto-foto mereka yang paling aplikasi komunikasi tanpa batas akan membawa anak pada dunia yang lebih bebas dan liar. Di sana, mereka akan berteman dengan para tokoh idolanya semisal artis Korea, artis Hollywood, dan lain-lain. Bahkan, mereka menjadikannya sebagai kiblat dalam semua akan menjadi tantangan terbesar bagi para guru. Canggihnya teknologi akan menyebabkan komunikasi antarpeserta didik dapat terjalin dengan obrolan dunia maya antaranak didik tanpa ada campur orang tua dan guru, maka sangat riskan mereka akan bertindak sesuai dengan nafsu jiwa muda. Nafsu jiwa muda cenderung tanpa pertimbangan akal yang tentunya bisa mengakibatkan dampak negatif bagi diri Ibrahim 2012 menuturkan, “Kemajuan teknologi berpotensi membuat anak cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya, sehingga menganggap apa yang diperolehnya dari internet atau teknologi lain adalah pengetahuan terlengkap dan final".Melek teknologiKualitas guru yang hampa akan teknologi tidak akan mampu menanamkan “daya kritis” kepada murid untuk menjadi manusia revolusioner. Sehingga mereka terhambat untuk menggali potensi yang gaptek gagap teknologi akan menurunkan derajat kredibilitasnya di hadapan para muridnya sehingga murid cenderung bersikap underestimate, seolah-olah guru adalah orang dungu di tengah dunia fenomena yang sering ada dan terjadi di sekeliling kita. Guru boleh produk tahun 90-an, tapi kapasitas keilmuannya tidak boleh kalah dengan persaingan mana pun dan kapan pun seorang guru harus lebih pintar daripada muridnya, tidak hanya dalam konteks pedagogik akan tetapi juga harus update dalam segala bidang. Guru tempat berpijak murid, jika guru tidak ada ghirah untuk meningkatkan potensi dirinya, sudah pasti guru akan kalah dari tingkat keilmuan muridnya, mengingat sumber belajar saat ini sudah betebaran di dunia maya setiap hal tersebut, guru tidak boleh gagap teknologi gaptek dan harus selalu berupaya memotivasi dirinya dalam dunia teknologi. Guru tidak boleh malas mengakses informasi dan teknologi jika tidak mau perlu belajar serius agar mampu mengoperasikan perangkat teknologi informasi di hadapan para muridnya. Guru profesional akan lebih mudah memahami kebutuhan siswa di tengah semakin kompletnya ketersediaan sarana dan siswa memiliki akun di media sosial, tak ada salahnya guru juga memilikinya, bahkan disarankan untuk saling berteman. Selain sebagai wadah untuk belajar, media komunikasi, dan penyebaran informasi, keberadaan guru juga sebagai pengawas aktivitas anak didik ketika berselancar di dunia maya. Komunikasi siswa saat ini cenderung alay dan berupa simbol-simbol yang sulit dijangkau oleh orang hal ini, guru harus mengetahui bahasa yang sering digunakan oleh mereka. Terkadang dalam bahasa yang mereka gunakan terselip unsur-unsur yang menjerumus kepada tindakan-tindakan yang tak bullying perisakan, diskriminasi, narkoba, bahkan seksual. Ketika guru sudah masuk dalam dunia muridnya, maka akan lebih mudah bagi guru mengantisipasi hal-hal negatif yang setiap saat selalu menghantui.
Diera yang serba digital ini, tantangan guru pun ada berbagai macam. Mereka harus menyesuaikan cara mengajar dengan kebutuhan generasi muda dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Digitalisasi pendidikan, melahirkan cara baru dalam proses belajar dan pembelajaran.
Pendahuluan Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk di dalamnya adalah kecerdasan buatan, perdagangan elektronik, big data, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dan diperbincangkan yang kita kenal dengan era industri Digitalisasi sudah mengkontaminasi semua aspek klehidupan sekarang ini, asset atau kekayaan seseorang tidak harus dalam bentuk asset riil karena sekarang sudang ada asset digital misalnya uang digital, kepemilikan saham digital dan lainnya, saat ini, kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Toko baju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai atau stok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah berubah. Artinya, orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan, sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebut sebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreuner seperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul Wahab CEO Santri Online, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru yang didirikan tahun 2014 dan menjadi startup teknologi dengan misi pendidikan dan lain sebagainya. Era ini akrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial. Di tangan Milenial, dunia berubah dari tangan Mark Zuckerberg, Facebook lahir dan menjelma menjadi salah satu media sosial terbesar paling berpengaruh yang pernah ada. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Digitalisasi Guru Tantangan Ngajar di Era MilenialUjang SuhermanUniversitas Pendidikan IndonesiaPendahuluan Revolusi industri gelombang keempat adalah tren terbaru teknologi yangsedemikian rupa canggihnya, yang berpengaruh besar terhadap proses produksi padasektor manufaktur. Teknologi canggih tersebut termasuk di dalamnya adalahkecerdasan buatan, perdagangan elektronik, big data, teknologi finansial, ekonomiberbagi, hingga penggunaan robot. Era macam inilah yang sedang kita hadapi dandiperbincangkan yang kita kenal dengan era industri sudah mengkontaminasi semua aspek klehidupan sekarang ini, assetatau kekayaan seseorang tidak harus dalam bentuk asset riil karena sekarang sudangada asset digital misalnya uang digital, kepemilikan saham digital dan lainnya, saat ini,kita sedang berada di era di mana perusahaan ojek, tidak mempunyai kendaraan. Tokobaju, elektronik, dan sebagainya, tetapi sebagai penjual tidak perlu mempunyai ataustok barang-barang tersebut. Modal dan biaya produksi di era informasi sudah orang kaya saat ini bisa dimiliki oleh orang yang hanya perlu sedikit lahan,sedikit tenaga kerja, dan juga modal biaya yang juga sedikit. Era inilah yang disebutsebagai era digital atau era informasi. Era yang memunculkan pemuda enterpreunerseperti Nadiem Makarim, CEO Gojek, Ahmad Zaky, CEO Bukalapak, Abdul WahabCEO Santri Online, Adamas Belva Syah Devara CEO Ruang Guru yang didirikan tahun2014 dan menjadi startup teknologi dengan misi pendidikan dan lain sebagainya. Era iniakrab dengan penghuninya, yaitu generasi milenial. Di tangan Milenial, dunia berubahdari tangan Mark Zuckerberg, Facebook lahir dan menjelma menjadi salah satu mediasosial terbesar paling berpengaruh yang pernah dikutip dari artikel Tirto, Generasi Milenial, yang juga punya nama lainGenerasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga Hasanuddin Ali dan Lilik Purwandi 2017 dalam bukunya Millennial Nusantaramenyebutkan bahwa Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1982 sampai dengan tahun 2002. Sementara para peneliti sosial dalam negeri lainnyamenggunakan tahun lahir mulai 1980-an sampai dengan tahun 2000-an untukmenentukan generasi milenial Mengenal Generasi Milenial, 2015.Generasi milenial adalah generasi yang pernah melewati milenium kedua sejakteori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923. Dalam esaiberjudul The Problem of Generation, sosiolog Mannheim memperkenalkan teorinyatentang generasi. Menurutnya, manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhidan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang manusia-manusia zaman Perang Dunia II dan manusia pasca-PD II pastimemiliki karakter yang berbeda, meski saling memengaruhi. Berdasarkan teori itu, parasosiolog—yang bias Amerika Serikat—membagi manusia menjadi sejumlah generasiGenerasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi BabyBoomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, laluGenerasi sosial-cum-demograf Mark McCrindle dari grup peneliti McCrindle adalahorang pertama yang membuka topik ini tentang nama generasi yang lahir di abad makalah Beyond Z Meet Generation Alpha, ia mengungkapkan, generasiberikutnya akan dinamai sesuai abjad. Itu sebabnya mereka yang lahir setelahGenerasi Z akan dipanggil Generasi A alias Generasi Alfa. Tahun kelahirannya dimulaidari 2010. Menurut McCrindle, Generasi Alfa—yakni anak-anak dari Generasi Milenial—akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sekitar 2,5 jutaGenerasi Alfa lahir setiap minggu. Membuat jumlahnya akan bengkak menjadi sekitar 2miliar pada 2025. Generasi ini juga akrab disebut dengan istilah Google KidsTiga generasi ini – Generasi Y atau Milenial, Generasi Z atau Digital Native, danGenerasi Alfa atau Google Kids- yang secara serius sedang menghadapi era revolusidigital. Karakter generasi ini memiliki kecenderungan jauh lebih tinggi terhadapteknologi dari generasi sebelumnya. Bisa dikatakan, teknologi menjadi sebuahketergantungan. Lalu, apakah masyarakat kita sudah siap menyambut hal itu?Pertanyaan itu sudah selayaknya dilayangkan kepada pendidikan. PembahasanGuru VS Digitalisasi GuruSekolah adalah pintu terdepan menuju kehidupan bermasyarakat dalam proses pembelajaran membawa dampak padakeberhasilan dalam kehidupan nyata, ungkapan itu sering kita dengar dari seorangguru. Namun, realitasnya disparitas antara Generasi X dengan tiga generasisesudahnya masih muncul jurang pemisah. Guru yang didominasi oleh generasisebelum milenial masih meyakini bahwa hal-hal yang pernah mereka dapatkan di masapendidikannya dahulu bisa menjadikan mereka sebagai orang yang berhasil. Asumsiyang melekat seperti itu membuat pola berpikir lingkungan sekolah terpenjara olehteknologi itu sendiri, sedangkan sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakatdengan segala macam bentuknya. Padahal, sahabat Ali bin Abi Thalib RA pernahberpesan “Wahai kaum muslimin, didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannyakarena mereka hidup bukan di zamanmu”.Sekolah sudah harus siap menyambut kedatangan revolusi digital. Pembelajarandalam era digital, dimana seorang guru membuat rekaman pembelajaran tentang babyang akan dibahas kemudian di bagikan di media sosial atau internet, pembelajarantutorial, bahkan sampai ada situs yang khusus memberikan pembelajaran melaluionline seperti ruang siswa dapat menyimak pembelajaran tanpa harus terikatoleh waktu dan lama pembelajaran bisa ditentukan oleh siswa, ini sebuah contohtentang inovasi model pembelajaran. Dan ternyata cara inovasi pembelajaran melalui internet menjadi fenomena yangtersendiri dalam pengembangan pembelajaran karena siswa dapat belajar sesuaidengan yang di inginkannya dan teknik penyampaiannya bisa lebih lugas dan gamblangserta mudah dimengerti oleh siswa. Fenomena ini, kiranya menjadi tantangan bagiguru. Guru yang tidak adaptif terhadap perkembangan teknologi dan globalisasiinformasi akan merasa kesulitan dalam melakukan pembelajaran di era sekarangterlebih guru yang mengajar siswa di generasi internet atau di generasi alpha yangmemiliki kecerdasan melebihi kecerdasan generasi terdahulu. Mungkinkah guru akandigantikan oleh teknologi ? Jika guru tidak mempersiapkan kedatangan revolusi digital itu, bukan hanyadikalahkan oleh teknologi, guru juga akan dikalahkan oleh anak didiknya. Lihatlahkedekatan generasi Z dan Alpha dengan teknologi. Dari sejak dalam kandungan,mereka sudah akrab dengan kamera ibu yang hobi swafoto. Bahkan, ketika anakmereka lahir, anak-anak itu sudah dibuatkan akun media sosial untuk menyimpan foto-foto dan beberapa hal lainnya. Hasilnya, fenomena kecanduan gawai sudah tidak asinglagi. Anak-anak lebih memilih curhat dengan media sosialnya daripada dengan orangtuanya. Bahkan, anak-anak lebih mendengarkan gawai daripada omongan yang muncul, bagaimana seorang guru bersikap dalam menghadapiera digital seperti saat ini? Guru dan institusi pendidikan harus mempersiapkankedatangan generasi baru itu. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 4 hal yang perludiperhatikan pendidikan dalam menyambut generasi digital. Pertama, kenali siswa lebihdalam. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran. Ketiga, inovasi manajemen menciptakan ekosistem yang mengenal siswa lebih dalam adalah dasar dari seorang guru. Denganmembaca tentang fenomena munculnya generasi dari Baby Boomers sampai generasiGoogle Kids di atas, hal itu sudah menjadi langkah awal untuk mengetahui bahwazaman berubah. Pendidik sudah seharusnya mengetahui karakteristik siswa abad tidak bisa memaksakan siswa untuk kembali ke masa di mana guru dilahirkan danditempa. Guru yang sepatutnya memiliki karakter guru abad 21 mengikutiperkembangan zaman siswanya. Keterampilan abad 21 yaitu mampu memahami danmemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi ICT Literacy Skills yang terdiri dari1 melek teknologi dan media; 2 melakukan komunikasi efektif; 3 berpikir kritis; 4memecahkan masalah; dan 5 berkolaborasi. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran yang dapat dilakukan yaitupengembangan pembelajaran otentik. Merujuk pengertian pembelajaran dalamUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 mendefinisikan bahwa“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumberbelajar pada suatu lingkungan belajar”. Lingkungan belajar abad 21 perlu dikembanganmelalui sistem instruksional yang harus mempertimbangkan konteks lingkungan eksternalnya yang lebih luas dari sekedar lingkup kelas atau sekolah. Artinya, guru disekolah harus menciptakan tujuan pembelajaran yang mampu membangun kompetensipeserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di masa sebelumnya kita mengenal model pembelajaran Contextual TeachingLearning CTL yaitu belajar dari hal-hal yang nyata, kali ini siswa perlu kita ajak untukbelajar dari kenyataan, bukan hanya hal-hal yang nyata saja. Hal itu karena revolusidigital tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga cara berpikir, yaitu melakukan hal-halbaru dengan cara-cara baru yang sepenuhnya memanfaatkan kekuatan teknologi danmedia. Belajar bukan berdasarkan mata pelajaran, tetapi berbasis perlu adanya redefinisi manajemen kelas. Paradigma pendidikan eramilenial mendorong kesetaraan antara guru dan siswa dalam hal mengelola informasipembelajaran. Jika saat ini masih berkeyakinan bahwa guru sebagai sumber belajar, itusalah besar. Mungkin benar guru akan digantikan oleh teknologi, tetapi tidaksepenuhnya. Teori Benyamin S. Bloom yang masih digunakan di Indonesia sampai saatini yaitu kategori kognitif, afektif, dan psikomotorik belum sepenuhnya dapat diajarkanoleh teknologi. Afektif dan psikomotorik menjadi kategori yang masih dan akan tetapperlu campurtangan seorang dahulu guru dianggap sebagai fasilitator, sepertinya saat ini guru harusbertransformasi menjadi pemimpin dalam proses pendidikan di kelas. Walaupun kalahdengan mesin dan anak-anak didiknya sendiri, namun ada yang tidak bisa digantikandari peran seorang guru, yakni sikap keteladanan beserta turunannya, seperti empati,kasih sayang, kepedulian, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Dari keteladanan inilah gurumasih bisa mempengaruhi dan mampu mendidik siswa. Siswa bisa berkembangdengan diberi kepercayaan dan kesempatan untuk memimpin. Maka kepemimpinanguru sebagai inti dari manajemen kelas adalah kemampuan untuk berbagi tanggungjawab kepemimpinan dengan semua budaya literasi menjadi prasyarat Abad 21 yang perlu SDM yang literat merupakan usaha pokok untuk meningkatkan kapasitasseseorang dalam produksi berbasis informasi. Menurut Tilaar 19994, yang dituntutdalam masyarakat abad 21 ialah sumber daya manusia yang unggul yang terusmenerus dapat bertahan di dalam sebuah persaingan atau masyarakat yang kompetitif dan menuntut kualitas kehidupan baik dalam produk maupun pelayanan di dalamkehidupan milenial mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan juga rasa inginberbagi yang besar pula. Hal itu terlihat dari maraknya persebaran hoaks di masyarakatyang sudah merusak tatanan masyarakat. Motif seseorang menyebarkan hoaks padadasarnya ingin memberi tahu kepada orang lain tentang informasi baru dan ia inginmenjadi orang pertama yang menyebarkan informasi itu. Namun, jika tidak dibarengidengan budaya literasi yang baik, maka nalar kritis siswa tidak dengan literasi, Tajuk Rencana Kompas mengutip dari data Badan PusatStatistik mencatat ada penurunan jumlah buta aksara pada usia 15-59 tahun. Padatahun 2004 masih ada 15,4 juta penduduk yang buta aksara atau 10,2 persen darijumlah penduduk, sedangkan pada 2010 jumlahnya turun menjadi 7,54 juta jiwa atau5,02 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2017, jumlah ini turun lagi menjadi 3,4juta jiwa atau 2,04 persen dari jumlah penduduk. Masalahnya, hasil penelitianPerpustakaan Nasional tahun 2017 menunjukkan, frekuensi membaca orang Indonesiahanya 3-4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari 30-59 menit. Tidaksampai satu jam. Waktu membaca ini jauh di bawah UNESCO, yakni 4-6 jam per jumlah buku yang ditamatkan masyarakat Indonesia hanya 5-6 buku kondisi tersebut tidak mencerminkan untuk generasi milenial, generasi zdan generasi alpha karena kecendrungan literasi mereka kepada media informasielektronik lebih tinggi dibanding literasi konvensional dengan sosial dan internet memiliki sisi negatif yang harus diwaspadai, salahpenggunaan akan berakibat fatal dan merugikan, penyebaran informasi sangat denganmudah, perlu ada sikap bijaksana dalam pengelolaan informasi yang bersumber darimedia sosial dan internet, data atau informasi tidak seluruhnya benar bahkan mediainformasi digital ini dijadikan alat untuk menyebar berita bohong hoaks dan ujarankebencian yang mengakibatkan terjadinya krisis sosial di masyarakat . Oleh karena itu,ekosistem literasi perlu dibangun bukan hanya di sekolah, tetapi keluarga danmasyarakat. Membangun ekosistem yang literat meliputi masyarakat yang peduli,sekolah bersinergi, dan didukung keluarga yang harmonis. Implementasi sekolahberbasis masyarakat menjadi landasan berpikir dalam membangun budaya literat ini, begitupun dengan peran guru sebagai fasilitator literasi sehat. Saat dunia tengahberubah menuju era kehidupan berbasis kecerdasan artifisial, maka literasi, dalamartian yang luas, merupakan kecakapan untuk bertahan menghadapi tantangan disrupsitotal yang diprediksi akan terjadi pada dekade ketiga abad tetap pendidikan walaupun berubah jaman pendidikan memegangperan penting dalam pengembangan intelegensi dan martabat bangsa, pendidikanindonesia yang sarat dengan norma dan akidah tetap harus dipertahankan, jangansampai teknologi membentuk akhlak yang tidak baik dan ini perlu peran serta danbimbingan dari seorang guru. Jangan sampai pendidikan sebagai teknik dipercanggih,tetapi pendidikan sebagai etik diterbelakangkan. Guru, sebagai pilar keteladanan bagisiswa tidak dapat digantikan oleh teknologi, karena pendidikan bukan hanya mencetakgenerasi yang berperadaban, tetapi juga generasi yang berkeadaban. Berkeadabaninilah sosok guru diperlukan sebagai mata air keteladanan. Karena guru yang baikbukan yang sekedar pintar, tapi yang mampu memberi inspirasi dan Guru Di Era MilenialGuru masih memegang peran penting yang sangat diperlukan dalam membekalidan membentuk kepribadian anak didik di era digital ini dan menjadikan tantanganyang semakin berat. Berikut ini beberapa kriteria guru di era digital Pertama, guru-guru yang lahir pada era generasi x dan sebelumnya harusmengajar mereka yang lahir pada era berikutnya. Tidak bisa tidak, setiap guru wajibmengikuti perkembangan teknologi. Guru tidak boleh lagi gagap teknologi. Komputerdan gawai harus sudah menjadi keseharian para guru. Media sosial dan berbagaisumber informasi maupun sosialisasi juga harus dipahami para guru sehingga dalamguru akan kaya dengan materi maupun metode pembelajaran. Siswa pun tidak akanmenganggap remeh selain menguasai perkembangan teknologi, guru dituntut jugamemahami kecenderungan yang terjadi terkait perubahan teknologi. Revolusi industripertama ditandai kemunculan mesin menggantikan tenaga manusia dan kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motorpembakaran hingga muncullah pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dan sebagainya. Generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital daninternet. Pada revolusi industri generasi keempat ditandai dengan kemunculansuperkomputer, robot pintar, rekayasa genetika dan perkembangan neuroteknologiyang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Muncul pola-pola baru ketika disruptif teknologi hadir begitu cepat dan mengancam keberadaanpola mengikuti perkembangan hasil kemajuan teknologi, guru bakal mampumemberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusi kepada para peserta didik. Disinilah peran guru yang tidak tergantikan oleh tantangan yang tak kalah penting dari para guru adalah bagaimanamenjaga karakter kebangsaan yang potensial terkikis oleh berbagai ideologi mulaidari hedonisme hingga radikalisme yang tidak sesuai dengan Pancasila dan serta nilai-nilai Pancasila lainnya justru sangat strategis ditularkan oleh gurukepada ditengarai sudah muncul guru agama yang tidak mengajarkan toleransi,pentingnya hidup berdampingan secara damai, dan nilai-nilai Pancasila sebagaifondasi kehidupan negara. Pada diri siswa ditanamkan nilai-nilai eksklusif, bahwa diluar kayakinannya adalah media sosial, guru malah ikut serta dalam gelombang ujaran kebencian atauikut serta menyebarkan berita bohong. Intoleransi telah menyebar bukan hanya padawarga biasa yang minim pendidikan, melainkan juga mereka yang terpelajar,termasuk para guru. Karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap guru,apa pun mata pelajarannya, memiliki wawasan kebangsaan. Toleransi dan wawasankebangsaan harus ditanamkan pada para siswa oleh setiap guru dan institusi pendidikan harus siap menyambut generasi digital,setidaknyaada 4 hal yang perlu diperhatikan dunia pendidikan dalam menyambut generasi kenali siswa lebih dalam. Kedua, inovasi paradigma pembelajaran. Ketiga,inovasi manajemen kelas. Keempat, menciptakan ekosistem yang literat. Membekali dan membentuk kepribadian anak didik menjadikan tantangan gurudi era digital ini dengan peran teknologi yang bisa menggantikan posisi guru karenaitu seorang guru harus melakukan pembelajaran yang menyesuaikan perkembanganjaman, guru dituntut juga memahami kecenderungan yang terjadi terkait perubahanteknologi, guru bakal mampu memberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusikepada para peserta didik. Di sinilah peran guru yang tidak tergantikan jamannya, seorang guru tetap seorang guru yang menjadisuritauladan muridnya, yang menjadi sumber inspirasi dan gudang jawaban dariseribu jawaban muridnya, karena itu image guru harus tetap dijaga dan dikultuskankesuciannya. Jangan karena tenologi guru hilang martabat dan harga Pustaka1. Uno, kependidikan problema,solusi dan reformasi pendidikan di Indonesia,Jakarta Aksara2007.1462. Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta Kencana Prenada Media Group, Tilaar Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Indonesia. Magelang Ali, H., & Lilik Purwandi. 2017. Millennial Nusantara Pahami Karakternya, Rebut Simpatinya. Jakarta PT Gramedia Pustaka 6. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Perkembanganteknologi ini, menjadi tantangan bagi guru. Tantangan tersebut antara lain yang pertama, berpikir kritis. Yaitu mampu menerima berbagai data dan informasi yang begitu cepat, mampu membimbing siswa memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan mengadirkan solusi dengan mendiskusikannya.
Di abad 21 atau yang sering disebut sebagai era digital, guru memiliki peran yang sangat signifikan dalam pendidikan. Peran guru kian penting seiring tugas utama yang diembannya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Alih-alih sebagai tenaga pendidik, seorang guru juga memiliki tanggung jawab besar untuk memajukan dunia pendidikan. Kepada para guru pula, masyarakat menitipkan keberhasilan anak-anaknya mengenyam pendidikan. Seiring waktu berjalan, tantangan guru di era digital kian berat dan kompleks. Setiap guru harus mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman, dengan terus melakukan update informasi. Tepatnya, di era yang serba digital ini, setiap guru harus mampu beradaptasi dengan cara mengubah metode pembelajaran agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan siswa. Apa Itu Era Digital? Penting mengetahui apa itu era digital sebelum kita membahas lebih jauh tentang bagaimana guru berperan dalam bidang pendidikan di era digital? Digital adalah sebuah teknologi terkini yang memungkinkan Anda lebih mudah dan cepat menerima informasi apapun serta menyebarluaskannya ke berbagai belahan dunia. Dengan dukungan sistem komputerisasi dan jaringan internet secara penuh, teknologi digital berkembang sangat cepat ke seluruh antero jagat raya. Era digital memang telah menyebabkan dunia tanpa batas borderless. Berkat komputer dan jaringan internet, apapun peristiwa yang terjadi di belahan bumi lain dapat Anda saksikan secara langsung real time. Era digital telah mengubah pandangan dunia tentang politik, ekonomi, sosial, termasuk dalam dunia pendidikan. Khusus dalam dunia pendidikan, era digital sangat mewarnai perkembangan dunia pendidikan. Untuk itu, guru sebagai salah satu stakeholders pendidikan, memiliki peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran di era digital. Agar tidak ketinggalan informasi yang berubah sangat cepat, seorang guru harus terus melakukan updating informasi. Hal ini penting guru lakukan untuk mendukung kelancaran proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran di era digital, termasuk model pembelajaran daring, di tengah pandemi covid-19, menuntut seorang guru untuk lebih kreatif mencari cara pembelajaran yang efektif. Belajar di era digital itu sendiri tidak mengenal ruang dan waktu. Seorang guru harus mampu membawa siswa ke dalam dunia maya dengan segala sifat-sifatnya yang serba digital. Guru di era digital juga bukan semata-mata berperan sebagai tenaga pengajar yang memberikan ilmunya kepada para siswa. Jauh dari itu, seorang guru harus mampu memotivasi dan menginspirasi para siswa. Jika demikian, guru harus muncul sebagai sosok teladan yang baik, yang selalu menjadi contoh bagi para siswa. Agar bisa berperan optimal, seorang guru perlu menjaga profesionalitasnya, baik sebagai pribadi maupun tenaga pendidik. Termasuk meningkatkan kompetensi untuk mengantisipasi perkembangan dalam pembelajaran. Bagaimana Peran Guru di Era Digital? Saat ini, tantangan guru juga semakin besar dan kompleks. Lantas, bagaimana guru menghadapinya? Berikut beberapa peran strategis guru dalam bidang pendidikan di era yang serba digital ini. Mengajarkan Konsep Abstrak Dalam dunia pendidikan, era pendidikan disebut juga dengan era digital. Menyongsong era digital, peran guru menjadi semakin beragam dan kompleks. Apa indikasinya? Peran guru di era digital tidak hanya mengajarkan kepada para murid untuk bisa mengerjakan soal-soal ujian. Lebih kompleks dari itu, siswa tidak hanya bisa menyelesaikan soal namun juga paham akan konsep dasar dari soal yang mereka kerjakan. Dalam hal ini, penguasaan teori menjadi sangat penting. Seorang guru harus memastikan bahwa siswa telah paham tentang konsep dasar suatu ilmu yang mereka pelajari. Dengan menguasai teori/konsep dan prakteknya, siswa akan memahami manfaat ilmu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Agar para murid menguasai konsep dasar suatu bidang ilmu, seorang guru bisa mengajarkan konsep-konsep yang bersifat abstrak. Selanjutnya, konsep-konsep yang abstrak itu Anda kombinasikan dengan kegiatan siswa sehari-hari. Karena konsep itu umumnya cukup sulit, guru harus mengajarkannya dengan cara yang mudah mereka pahami. Jelaskan konsep tersebut dengan bahasa yang sederhana agar mereka lebih mudah memahaminya. Tentu, untuk bisa menjelaskan konsep yang sulit dengan bahasa yang sederhana itu bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Sebagai seorang guru di era digital, Anda harus banyak membaca agar selalu update informasi. Anda juga perlu banyak berlatih dan mempersiapkan diri dengan matang sebelum memberikan pelajaran. Mengajarkan konsep abstrak kepada anak-anak akan mendorong mereka memiliki pemahaman teori yang mendalam, sekaligus bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mengajak Siswa Belajar Aktif Peran guru selanjutnya di era digital ini adalah bagaimana seorang guru bisa memberikan pelajaran kepada para siswanya untuk bisa belajar secara aktif. Artinya, mereka tidak hanya menguasai konsep/teori namun juga menguasai prakteknya. Siswa bisa menerapkan ilmu yang diperoleh untuk membantu masyarakat di lingkungannya. Dalam pembahasan soal isu pencemaran lingkungan, misalnya, seorang guru bukan hanya membuat siswa paham akan bahaya pencemaran lingkungan. Namun juga mendorong siswa untuk turut mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Bagaimana caranya? Guru lantas menunjukkan cara prakteknya, misalnya dengan menyediakan tempat sampah agar siswa tidak membuang sampah di sungai, dsb. Intinya, ajak siswa untuk selalu hidup disiplin dan menghargai lingkungan. Upaya yang Anda lakukan itu juga merupakan bagian dari ajaran agama baca Islam yang perlu Anda sampaikan kepada murid-murid agar lebih paham tentang agamanya. Islam mengajarkan tentang pentingnya hidup bersih dan menjaga lingkungan hidup dari pencemaran. Ini prinsip-prinsip dasar dalam ajaran Islam. Kami, di Prestasi Global menerapkan prinsip-prinsip Islami untuk membantu siswa memahami dan mencintai agama Islam dengan baik. Mari bergabung bersama kami. Menjadikan Pintar Sekaligus Kreatif Hidup di era digital harus memiliki multitalenta. Seorang siswa akan kalah bersaing ketika hanya mengandalkan kecerdasannya tanpa menguasai aspek penting lainnya. Disinilah pentingnya peran guru dalam pendidikan, yakni tidak hanya menjadikan murid pintar namun juga punya kreativitas tinggi. Dua komponen pintar dan kreatif inilah yang siswa butuhkan di era digital. Ada banyak contoh kasus, murid pintar namun miskin kreativitas. Atau sebaliknya, murid kreatif namun dalam hal ilmu kurang menguasai. Adalah menjadi tugas guru untuk mengkombinasikan keduanya. Pintar tapi kurang kreatif bisa Anda lihat dari cara siswa berkomunikasi. Siswa pandai namun kurang kreatif umumnya kurang bisa berbagi ilmu dengan siswa lain. Mengapa? Karena siswa yang kurang kreatif cenderung mengalami masalah dalam komunikasi. Mereka biasanya sulit untuk bergaul dengan temannya yang lain. Mengingat pentingnya kreativitas bagi siswa, guru harus serius dan berupaya keras untuk merealisasikannya. Upaya ini sekaligus untuk mempermudah murid menerima pelajaran dari guru. Dengan menjadikan anak kreatif, mereka juga akan mudah menerima informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan di era digital. Lantas, bagaimana seorang guru bisa melatih kreatifitas anak didiknya? Hal pertama yang harus guru lakukan adalah dengan menambah wawasan. Barangkali akan sulit mengajak anak kreatif sementara gurunya tidak memiliki wawasan yang cukup. Padahal, wawasan yang luas akan menjadikan seorang guru lebih inovatif. Sifat inovatif sendiri merupakan syarat yang harus guru miliki untuk mendukung proses belajar mengajar dan menjadikan muridnya lebih mudah menangkap pelajaran yang ada. Selain wawasan yang luas, kini banyak guru belajar tentang referensi mengajar untuk mendukung usahanya menjadikan siswa kreatif. Jadi, selain wawasan yang luas, guru juga perlu memiliki banyak referensi. Menguasai Bahasa dan Budaya Era digital juga identik dengan dunia tanpa batas. Artinya, dunia digital saat ini tidak mengenal ruang dan waktu serta menghilangkan batas-batas wilayah suatu negara. Dunia kini telah menyatu, yang ditandai dengan semakin bercampurnya bahasa dan budaya di dunia. Isu ini harus disikapi oleh seorang guru untuk mendukung perannya sebagai tenaga pengajar di era digital. Bahasa dan budaya adalah dua aspek penting dan merupakan kunci untuk membuka jendela informasi dunia. Seorang guru tidak bisa mengembangkan metode pembelajaran dengan baik di era digital ini tanpa menguasai bahasa dan budaya yang ada di dunia. Dalam hal penguasaan bahasa, misalnya, seorang guru wajib menguasainya. Sebab, dia akan menghadapi murid-murid dengan berbagai latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda. Dan, bahasa yang lazim digunakan dalam pergaulan dunia adalah bahasa Inggris. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris sudah menjadi alat komunikasi untuk mengajar di sekolah-sekolah internasional. Jadi, untuk mendukung perannya di era global, seorang guru minimal harus menguasai bahasa Inggris. Tentu tidak cukup hanya menguasai secara pasif melainkan harus secara aktif. Apalagi, menjadi bahasa pengantar dalam pembelajaran, seorang guru harus bisa berbicara dalam bahasa Inggris dengan lancar. Secara pribadi, penguasaan bahasa asing baca Bahasa Inggris juga penting dalam rangka meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan perannya itu. Untuk menguasai bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, tidak perlu strategi khusus. Yang Anda perlukan adalah kerja keras, ulet dan pantang menyerah. Anda harus banyak berlatih atau mempraktekkan percakapan dengan teman atau orang lain. Bahkan, jika perlu, sesekali pergi ke tempat-tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Disana, Anda bisa berlatih conversation dengan para turis untuk memperlancar bahasa Inggris Anda. Tidak perlu minder, tetap percaya diri bahasa Anda bisa melakukannya. Kesimpulan Sebagai kesimpulan, tugas dan tanggung jawab guru di era digital ini kian kompleks. Guru memiliki peran yang lebih besar dari sekadar memberikan ilmu kepada peserta didik. Lebih dari itu, seorang harus harus mampu menjadi agen perubahan agent of change bagi murid-muridnya. Guru harus mampu mengubah perilaku murid-murid menjadi pribadi yang mulia dan terpuji. Disinilah peran guru yang tidak akan bisa tergantikan oleh teknologi apapun. Yakni, cara mendidik seorang guru yang berbeda dengan media-media pembelajaran. Seorang guru ketika mendidik siswa-siswanya tentu dilakukan dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. Hal yang tidak murid dapatkan ketika belajar dari media-media di internet. Mengingat pentingnya kehadiran seorang guru di tengah-tengah muridnya, saat pandemi covid-19, ada beberapa sekolah yang berani’ menerapkan blended learning ini. Yakni, sebuah praktek pembelajaran yang mengkombinasikan model tatap muka dengan pembelajaran daring online. Akhirnya, peran guru bisa dikatakan berhasil dalam pendidikan di era digital ketika mampu melahirkan anak-anak yang tidak hanya berprestasi di bidang akademik namun juga memiliki sifat yang terpuji dan berbudi luhur. Baca Juga Peran Orang Tua Kepada Anak di Masa Sekarang Sangat Penting! Seberapa Pentingkah Peran Itu?? Apa saja tantangan guru di era digital? Setiap guru harus mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman, dengan terus melakukan update informasi. Tepatnya, di era yang serba digital ini, setiap guru harus mampu beradaptasi dengan cara mengubah metode pembelajaran agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan siswa. Apa itu era digital? era digital adalah suatu kondisi kehidupan atau zaman dimana semua kegiatan yang mendukung kehidupan sudah dipermudah dengan adanya teknologi. Bisa juga dikatakan bahwa era digital hadir untuk menggantikan beberapa teknologi masa lalu agar jadi lebih praktis dan modern. Bagaimana peran guru di era digital? 1. Mengajarkan Konsep Abstrak 2. Mengajak Siswa Belajar Aktif 3. Menjadikan Pintar Sekaligus Kreatif 4. Menguasai Bahasa dan Budaya Visited 4,990 times, 1 visits today
. 159 498 46 179 481 90 410 251